"Saya dan Hari belum putus! Kami hanya berselisih kecil-kecilan. Sungguh."

Selamat pagi, hari.
Hubungan saya dengan kamu (pagi dan siklus hari) mirip perasaan gajah kebun binatang. Sang makhluk nokturnal yang dipaksa memikat - berekspresi, menari (seandainya bisa), menyanyi (ratapan sang makhluk belalai diantara pagar melingkar), atau sekedar membuat bunyi- justru disaat ia mulai mengantuk. Karena penonton bangun bersama matahari, sedangkan kami (ia dan saya, teman sang gelap) mulai melek saat matahari pergi. Ya, dan karena itu juga, kulit kami sama-sama berdaki walaupun rajin mandi; dan tampak keriput meski masih kelompok usia cecurut. 

Sinar cerah tidak langsung menyapa saya. Ia hanya berhenti di jendela, mengintip malu-malu. Masuk-tidaknya ia ke kamar saya hanya bisa dengan seijin saya. Cuma boleh jika saya mau berjalan 5 langkah (dari tempat tidur) ke arah jendela, membukanya, dan menyapa (Walaupun, sebelum sapaan saya terucap, ia (hampir) selalu main masuk saja).

---------------------------------------------

Ehm, lagi-lagi serpihan dari saya. Hidupkah ia kelak, atau tak kuat dirinya melawan kematian: entahlah.

Satu lagi tulisan di word. Iseng.

Penerimaan, saya rindu kamu.
Saya merasa terikat, hari ini. Bebat-bebat keinginan duniawi; tali-temali nafsu birahi. Mereka terlalu kuat-kah, atau saya yang lemah? Apakah mereka yang mengikat saya, atau saya yang diam-diam mengijinkan terikat?


Ke mana, kah, satu akan pulang, saat yang biasa dipanggilnya rumah malah membuatnya merasa terbuang?



----------------------------------------------------------------------------------------------

"Sibuk, sibuk" (Sebuah permohonan maaf)

Akhir-akhir ini saya merasa sebegitu sibuknya sampai saya kekurangan waktu solitusi; kekurangan waktu bersolilokui; kehilangan waktu hening menikmati "surga kecil" di kamar saya; kehilangan waktu bermalas-malasan.

Saya butuh ruang! Saya butuh jarak! Saya butuh spasi!                                                                              Ah, ya, saya baru teringat untuk menuliskan sesuatu (yang seharusnya dituliskan dari dulu): saya adalah seorang pelajar; kaum kuriosita; saya bukan pemenang; saya bukan semacam praktisi politik yang rela kehidupannya didedikasikan untuk citra baik; juga bukan penerus generasi bangsa satu-satunya sehingga harus cepat-cepat membina keluarga dan beranak-pinak.  

Saya diberi kesempatan belajar. Memuaskan kuriosita. Kurang menyenangkan, kah, itu?

-------------------------------------------------------------------------------------------

Ternyata benar, ya, bersentuhan dengan hal baru adalah bagian dari pemantapan identitas awal. Semakin sempurnalah ujud sang identitas saat ia mampu berhadapan dengan hal-hal lain diluar dirinya. Bukankah begitu?
Sinkronisitas mengedipkan matanya.
Seseorang yang awalnya saya kenal karena curhatannya tentang dirinya (yang ternyata sedikit sama dengan saya) menampakkan dirinya dengan citra yang serupa dengan curhatan itu.
Juga seorang yang lain, ia hadir dengan gambaran keanggunan yang sekaligus rapuh.
Ada lagi yang juga rapuh, juga hampir gila (Ya, walaupun waras dan gila hanya berbatas kesantunan berekspresi, kan? Toh, yang waras bisa saja menyimpan kegilaan. Dan yang gila, tetap punya kewarasan). Ia menghadirkan dirinya dalam lukisan ekspresi mengenai kebebasan (yang gila) dan kegilaan (yang bebas).
Ya, itulah mereka.

Saya adalah bagian dari jaring sinkronisitas. Tidak mungkin saya memungkiri hal tersebut. Ia juga. Mereka juga. Bahkan seluruh semesta.
Semesta tersusun dari galaksi (yang dilihat sebagai satu); galaksi terdiri dari planet (yang bergerak padu); planet berisi makhluk hidup (yang bersatu. Universal suffrage); Makhluk hidup merupakan sistem kompleks dari kesatuan-kesatuan jaringan-organ-organel-sel.

Bukankah segalanya memiliki semangat yang sama: Esa-Nihil-Padu; Satu-Hilang-Bersatu ?

Guilty Pleasure ternyata bisa menimbulkan kesialan, ya?

Baru saja saya senang dia baring-baring di kaki saya; Belum 3 jam dari gerakan sembunyi-sembunyi dia yang akan jadi pemicu senyum saya sepanjang hari ini,
Sepatu saya tertukar! - -" Dibagian ujungnya, ada bekas cat keperakan. Entah apa, mungkin dari cat kuku - -" Atau yang punya tukang bengkel; atau, malah, seorang alkemis, yang sedang percobaan pencairan logam 
Saya bingung, ingin mencari yang punya atau tidak. Tapi, saya rasa, solusi yang paling menyenangkan adalah jika saya membuat poster dengan gambar sepatu itu Jika yang punya merasa sepatu saya kekecilan, atau banyak sobekan-bekas-dicuci, silahkan hubungi saya. Namun, jika belum, saya bisa menunggu 

Ah, ya, belum pulang sekolah, saya sudah dijemput Bang Buchori. Makan di Metro Fried Chicken. Wah~ Kenyang! Belum lagi si abang kasih satu bungkus-bawa-pulang untuk dikasih ke orang rumah, Hehehehe~
Belum tahu Bang Buchori? Abang ini yang punya proyek CLI - Central Language Improvement. Yang sedang dijalankan di sekolah saya, SMA Negeri 1 Pangkalpinang. Sambil makan, kami membicarakan rombak-ulang format kerja CLI. Semoga ide saya mengalir lebih kencang, ya. 

Anyw:
"Darl, maksud kamu apa, sih? Sekali waktu, kamu baring-baring; nyender-nyender; nyosor-nyosor; mencium tangan saya; dan hal lainnya, terserah mood kamu. Tapi, kenapa lain waktu kamu tampak dingin? Kamu lewat saja, tadi. Menegur pun tidak" - -"


Ah, ya. Tulisan dari diary, beberapa hari kemarin:

"Iya, iya. Saya salah. Saya ngaku salah. Saya ngaku saya salah."
Pernah berada dalam mood seperti ini? Beberapa menjulukinya sensi atau menuduhnya "Lo lagi M, ya?"
Baiklah, seperti disclaimer yang saya tempel di profil MukaBuku saya:
"Johan is in a rough, rocky, rugged phase on life. To all casualties and victims of this risky event, please be patient. Your patience will be worthed. For sure "

Saya tahu, saya seakan bersikap terlalu kekanakan. Yang berlebihan, tentunya. Saya sadar, koq, saya masih anak-anak.
Dan, ya, ada kalanya saya manja; atau minta di manja; atau butuh memanjakan diri.
Saat ini muncul, hiburan yang paling efektif adalah mendengarkan lagu-lagu sugestif. Yang menggoda; yang seksi (Terserah bagaimana mendeskripsikannya).
Terkadang, juga, saat cukup niat, saya berpura-pura menjadi penyiar di radio pura-pura, Sexual Innuendo FM. What a fun thing, that is, huh?

-Published Earlier in Forum-

Ruapan personal (lagi?)

Saya selalu menikmati film-film manis. Tentang cinta. Atau persahabatan. Bisa juga tentang Persaudaraan.
Tapi, tetap saja, semua berujung pada satu: penerimaan.
Cinta memang tidak melulu milik ksatria berkuda putih. Atau milik wanita metropolitan chic-wicked-smartass. Tidak juga tunggal milik para pemimpi.
Siapa bilang cinta yang paling indah hanya antara dua manusia? Diskriminatif sekali.
Saya senang mengamati bagaimana seseorang bergelut; bersenggama; bercinta; bersentuhan; bersisian (atau kejadian apa, lah) dengan cintanya. Dengan manusia lain; dengan kegemarannya; dengan hal abstrak; atau dengan hal nyata. Uang, misalnya?

Aduh, aduh, jangan sampai stereotip "pencinta uang" yang didongengkan di sinetron-sinetron menutup resepsi rasa tentang cinta. 
Sumpah, bahkan seorang pembunuh kejam pun bisa manis. Bisa lucu (dengan beragam varian, tentunya: lucu parodik, lucu sinistik, atau, lucu sarkastik )
Saya tahu, sensasi "geli parodik" ini hanya bisa dinikmati saat satu duduk sebagai pengamat; sebagai penonton tak-kasat-mata; sebagai penikmat dalam hening.
Saat ikut bermain; ikut membunuh atau dibunuh; ikut mencuri atau dicuri; ikut marah atau dimarahi, agak sulit untuk tertawa. Ini dia bukti bahwa jarak, ruang, dan spasi memang sebuah substansi ampuh dalam mengijinkan tawa hadir.

Dan, oh, ya. Hari ini saya masih utopis. Masih pengamat 

Guru Matematika saya, Pak Joni Manullang, meruapkan celetuk kecil yang akhirnya ikut-ikut jadi bahan pikiran saya (walaupun tidak menjadi beban yang memberatkan): "Kamu terlalu banyak mengkhayal. Cita-citamu terlalu tinggi"
Ya. Satu lagi peserta konferensi tanpa meja yang membahas hidup si codeblueberry yang hina dina. Satu lagi saksi betapa utopisnya saya. Kapan kita membahas ini? Setelah saya kembali menghubungkan tulisan yang mulai ngalur-ngidul ini ke tulisan di awal, ya. Tentang penerimaan.

Kemarin, saya akhirnya menyelesaikan menonton film Caramel dan hari ini Mr. Deeds.
Dan, keduanya berhasil menimbulkan getar yang sama pada saya. Sesekali tawa dan senyum geli, dan lainkali perasaan melankolis. Tentang penerimaan juga. Walaupun keduanya berbeda suasana, tapi, lagi-lagi saya melihat cinta. Melihat persaudaraan. Melihat persahabatan. Melihat penerimaan 


-Oh, ya. Tak perlu diruapkan, pun, saya tahu tulisan ini tidak spesifik. Tidak signifikan, atau apalah. Anggap saja ini ruapan personal; serapah pribadi; atau apalah. Hanya bahasanya saja yang tidak menyertakan misuh. Saya lebih suka sindiran eufinis, koq.
(Also published on forum)

Seandainya dihitung, dosa saya hari ini banyak sekali, lho.

Ehm, to-do: -Artikel "Salahkah Bersinkretis?" yang ndak kunjung selesai (dan tidak seharusnya saya mengeluh jika alasan saya "tidak ada waktu").
                      -Ngepost tugas Pelajaran Bahasa Indonesia yang banjir narasi - -" Dan, ditolak guru, pula! 
                      -Bikin playlist lagi. HP kosong melompong (
Apa ya?
Oh, mampir kesini kalau punya waktu senggang, ya. (Situs favorit saya akhir-akhir ini ;D) :
Conscious Entities
Pertanyaan-pertanyaan yang menjadi bahan kontemplasi-nya seru. Saya beberapa kali mampir ke bagian [B]Bedtime Stories[/B]nya. Silahkan dijajal sendiri kalau memang ada waktu. 
Awake Blogger
Taukah apa yang saya tanyakan pertama kali (disini)? Carpe Diem! Haha~
WikiHow
Aduh, aduh. Yang satu ini membuat saya nyaris orang tersesat. Yaah, walaupun referensi dan jalan-jalan itu perlu, tapi, sungguh, panduan-panduan disini bisa membuat saya tersenyum :) Coba sajalah.