... Śūnyatā, Śūnyatā.

(Honey, do you remember that a movie is one survival tool?

-Yes. And i haven't watched any, lately. Am i now in a thin line between Surviving and Commiting Suicide? )

Saya capek.

Bangka, Saya pulang!

Kangenkah kamu, yang saya tinggal di pembukaan bulan? Saya merasakan banyak alam selama bepergian; Juga mengalami banyak rasa. Sekali lagi saya tanya, kangenkah kamu?

Pagi ini saya bangun jam 5: Gelap. Bau embun. Dingin. Rasanya saat itu saya masih ingin menikmati buaian bantal. Tapi, air ternyata lebih pandai membujuk saya daripada bantal. Saya mandi. Dingin. Juga gelap (sepertinya abang saya mematikan lampu. Sengaja, mungkin. Tapi bisa saja tidak.). Selesai, dan saya disambut obrolan penuh keluh: tentang rumah yang baru dikontrak ini; tentang dinginnya pagi; tentang lambatnya gadis yang bantu-bantu di rumah itu bangun; dan tentang hilangnya koneksi dan jejaring bisnis setelah om saya pensiun dari PLN (;Ah, ya. Juga tentang sepupu saya yang bebal.)

Sebelum berangkat, kami berkumpul untuk berdoa. Abang dan Mama saya menangis. Maafnya, saya tidak. Ompung berbicara dalam bahasa batak. Sebiji sawi yang saya mengerti. Mengharukan, cukup. Sayangnya saya tidak menitikkan air mata untuk hal secerah itu. Saya lebih sering tersenyum.

Mama-Abang-dan-Ompung pergi bersama. Langsung ke Tangerang. Ke tempat Inangboru.
Saya-Bapak-dan-Bapaktua (Om. Abang Bapak) naik mobil yang sama. Bapaktua ada urusan bisnis; Bapak akan mengikuti rapat; dan Saya akan diculik.

Penculikan pertama lumayan absurd. Saya diculik 2 kata benda sekaligus; namun beda ujud. Yang satu nyata, (ke)macet(an); Satu lagi ujud konsep, (ke)ragu(an).
Jalanan macet. Iklan-iklan dengan nomor telepon jadi pemandangan (, sebab, mungkinkah satu kali pun tidak ada si kesepian yang menelepon untuk mencari suara di seberang sana?). Kami melewati sekolah-sekolah besar (dan saya mengkhayal. Apa jadinya jika saya mencicipi hidup selain yang ini. Selain menjadi pertapa pulau sombong ini.). Bapaktua bertanya pada orang yang lewat, dan dijawab (, karena itu ini menarik. Mungkin saja saya bisa berkenalan dengan cowok vitamin mata di jalan, juga. Siapa yang tahu? Saya tidak tahu.)

Kami turun di Blok M. Setelah sebelumnya saya jadi si kampung-yang-tersesat-di-kota. Naik taksi, dan ke Sarinah. Tahukah kamu saya gemetaran? Mengertikah kamu rasanya mengetahui penculikan atas dirimu akan segera terjadi? (Saat ini, macet dan ragu tidak lagi membuntuti saya. Digantikan herpes, nerpes, dan perez (, apapun artinya.).
Karena merasa Kak Porcel akan langsung mengajak pergi, saya hanya memesan air botolan di Mc D.
Saya duduk dekat jendela (Beberapa meja di depan sana ada si ganteng berbaju hitam. Di dekat saya, meja yang berhadap diagonal ke meja saya, ada bapak-bapak batak yang jauh dari keluarga. Menelepon anaknya, menanyakan mama dari keluarga itu. Ah, ya, di depan pintu Mc D, ada teman lama yang bersua kembali. Manis sekali pembicaraan mereka. Maaf saya menguping. Jika kamu minta alasan, [B]kuping saya lebar[/B].)

Saya minum. Baca Saman. Dan Kak Porcel tiba-tiba datang. Jreng. "Johan, ya?" -perlukah saya jawab?-
Maaf saya kurang heboh. Kecerdasan interpersonal saya belum stabil. 
"Di depan ada Pizza; di samping ada Kafe. Mau sarapan di mana?"
-Jawaban apa, kakakku? Sebagai orang yang sedang diculik, kelu, lah, lidah saya ini.

Pergilah kami ke kafe sebelah.
(Bapak medan beranjak, mengembalikan koran. Saat itu ia belum makan. Koran ternyata lebih mengenyangkan. Menarik. Irit. Saya akan catat itu; Si ganteng belum pergi. Senyumnya tidak terlalu manis. -maaf, saya lapar makanan. Terimakasih sudah mengganjal mata saya agar tidak lapar, ganteng. Saya hargai itu.-)

Kami ke Hot Planet. 
Kakak pesan [I]Chicken Wings[/I] -dengan nasi- dan [I]Vienna[/I] something. Kopi, dengan caramel, susu, dan es krim.
Saya pesan [I]Texas Omelette[/I] -dengan Kentang- dan [I]Iced Chocolate[/I]. Susu, es krim, coklat. Dengan gula yang dipisah (agar yang cinta pahit tak perlu menderita mencicip manis. Juga sebaliknya. Biarlah masing-masing menikmati yang disukainya. Sebab yang dipesan bukanlah pelajaran hidup. Kami hanya pesan sarapan untuk 2 jam lewatnya dari pukul 8)
Kak Porcel traktir! Padahal bapak udah kasih modal buat jajan ;D. Makasih, kakakku! 

-Ah, ya. Di tengah sesi makan. Bang Tyo menelepon untuk mengucapkan "Salah persepsi". Sungguh misterius ia bermain terka-terki.-

Perjalanan dilanjut di mobil pink si abang. Ada CD di kursi depan. Saya tanya, "CDnya untuk didudukin, ya, bang?" -perlukah jawaban?-
Kami tancap itc Cempaka Mas! Go, go, go!
Saya tidak heboh. Kak Porcel tetap noni. Dan si abang belum ketahuan belang.
Kami karaoke di mobil. Ya. Karaoke. Abang dan Kakak nyanyi, saya bergumam diam-diam. Karena saat itu saya tidak heboh.

ITC Cempaka Mas. Parkir. Toko Langganan. FCUK. Clothing. The Punisher. Mbak. Doraemon. Bulat. Ukuran celana 36 sempit.
-Tersenyumlah yang mengerti, agar yang tidak merasakan berkerut-kerut saja.-
(Eh, iya. Jadi juga si abang beliin baju. Dianggap utang ;D Padahal saya tidak ingat lagi.)

Ke lantai 5. Abang pesan KFC. Abang bronchitis-bronchus-bronchisaurus. Saya dapat pepsi blue. Si kakak sundae waffle blueberry (apalah namanya. Lupa.). Saya foto diam-diam. Kami jadi keluarga muda yang anaknya kelewat raksasa.

Duduk. Kami menonton si abang makan. Saya disuapi es krim vanila (berperisa jagung) dengan saus blueberry oleh MAMA. PAPA mengajak jepret foto keluarga. Kami percaya diri. Saya menganjurkan menutup mata jika malu. MAMA mengajukan untuk melambaikan tangan pada yang menatap kami dengan pandangan iri. IRI. - cowok-cowok cakep di seberang sana melihat ke sini. Saya harap mereka iri dan bukan menghina. Sebab, terkutuklah mereka yang menghina kami, keluarga-muda-bahagia-yang-anaknya-kelewat-raksasa.

Turun, dan bertemu Eyang! 
Lagi-lagi salam saya kurang heboh. Seharusnya saya bicara sesuai umur, seperti anjuran TV. Sayangnya saya masih herpes-nerpes-perez. Apapun artinya itu.
Kami ke parkiran, naik mobil eyang ke mobil abang (karena saya tidak bawa masuk kantong plastik berisi rotiboy 5 biji ke dalam. Takut mas-dan-mbak yang bawa kantong plastik berisi teh manis dingin 8 kemasan merasa tersaingi. Jelaslah, saya yang lebih ganteng. Juga komersil karena suara saya manja -kata mama dan papa-.

Eyang, Mama, Papa. Seharusnya kami buat foto keluarga besar. Sebab, mama bilang ia merasa diantara para raksasa saat berjalan bersama-sama.

Kami tancap tangerang. Melambai pada papa. Klakson papa. (Tiba-tiba ingat usaha saya merunut secara kronologis hampir jatuhnya eyang di parkiran tadi. Yang merasa, tertawa.)
Eyang suka audiophile! Saya liat-liat koleksi audiophile eyang. Aduh, aduh, bisa-bisa saya naek mobil terus kalo lagunya begitu. %heh
Kami menggosipi papa yang tidak selera pada genre puitis ini. Mama tertawa-tawa. Dengan jahatnya.

Saya ingin pipis! Karena 3 kata pertama terlalu purba, saya ganti dengan "dekat sini ada restroom, ndak, eyang?". Nah, terdengar lebih manis, kan?
Kami berhenti sejenak di KM 13. Semoga saya tidak lama di toilet. Tahu sendiri, di toilet, waktu tidak terasa berjalan. Kecuali kamu sedang menunggu.
Saat keluar, agak susah! Eyang sampai mundur. Untung kami lolos. Untung. 

Perjalanan pun tambah tancap ke tangerang. Obrolan: Kerja, PT. Timah, Bangka, dan Martabak.
Sampailah kami di Palem Semi berkat panduan 3 kata menggelitik: Pijat Ibu Broto.
Sampai saat itu, obrolan telah melebar ke FSRD, dan menggosipi Kak Marine. Semoga tidak baca. Jikapun baca, berpura-puralah tidak.

Kemudian kami sampai! Eyang dan Mama akan turun. Tapi, mama takut saya lama sampai bandara. Mama mengerti bahwa kamu, Bangka, telah begitu besar merindu. Kamu juga harus merelakan saya sesekali mengunjungi mama, ya, Bangka.

Saya diam-diam mengambil foto eyang. Biarlah foto keluarga besar agak pisah-pisah. Sebab, bukankah kelak ada waktu untuk bersatu?
Penculikan saya sukses.
Pengalaman hidup saya bertambah warna. Ini kali pertama saya diculik. Dengan baik, pula :)
Ingatkan saya untuk lain kali meracuni keluarga-besar-bahagia dengan otak-otak Bangka, ya!