Sisipan

Di antara masa-masa sibuk mencari waktu untuk melanjutkan belajar menulis skrip film dan/atau proposal program televisi, ide ini tiba-tiba jatuh. Walaupun akan berbeda dengan cerita yang satunya, (Seni: melalui indera-indera), saya tetap gatal untuk meletakkannya di suatu tempat. Jadi, inilah:

--------
...lalu kita bertemu di atas 6.636 butir pasir pantai di ujung timur kota ini. Di bawah kelapa, di depan hutan bakau, di dekat warung perahu. Kau, dengan anakmu. Saya, anak saya. Kita tersenyum. Bahkan itu cukup untuk menjawab pertanyaan yang sudah saya siapkan dari rumah (dan mungkin kamu, dari rumahmu, juga. Mana saya tahu). Kamu bergerak, berusaha bertanya. Angin berhembus, ombak berdebur, dan saya tersenyum lebar. Tanpa dibuat-buat. Kau tertawa, tidak jadi bertanya. Saya memperhatikan gigimu, mungkin kau sudah tidak merokok lagi. Lalu tercetus pertanyaan lagi. Kau lihat itu di mataku, dan tersenyum. Mungkin lebih lebar dari senyum saya. Sampai senja berisyarat, dan realitas memanggil, kita tidak berhasil bertanya. Bahkan yang tidak ditanyakan, sudah dijawab lebih dulu oleh renyahnya tawa; dan lekuk senyum.
Ombak berlomba-lomba maju, lalu menarik mundur. Bunyi. 5 kali. Dan, kita pun pergi. Tanpa pernah menoleh kembali. Kau, pada istrimu. Saya, pada suami.

***

0 komentar: