Tentang taksir-menaksir dan si-monyet-kurus

Anyw, fase naksir-menaksir -terlalu hina untuk dibilang cinta- itu lucu ya. At least, i got something to laugh at. Comical laugh, not satiric. Yang lucu adalah, dengan si R ini, awalnya saya yang agresif mendekati :p kemudian dia. Lalu saya lagi, dengan sms. Lalu ia, dengan sms seharian. Lalu saya bosan. Eh, dia kejar-kejar!
Saya duduk sendirian. Dia tiba-tiba datang dan duduk di sebelah. Saya diam saja dan asyik dengan henpon, foto-foto anak kelas sebelah yang lagi maen karet. Dia juga diam, malah matanya tidak berhenti memperhatikan *oh, boy, you're such a flirt! Eh, lama-lama, bosan juga dia. Pamit balik ke kelas. Saya biasa saja. Kangen tidak -oh, sorry, i'm not that easy~
, merindu juga tidak. Itu hari sabtu.
Senin, hari ini, sepulang sekolah, dia yang nyamperin. Minta nomerku lagi. Ilang katanya 
Jadi inget kejadian sama si M. Gara-gara ajakan ke rumahnya aku tolak, nomerku di kontak dia juga ilang 
Boys~

Ehm, one key to a guy's heart is by respect. And i'm doing a field research on this thing. Sama si M. Respeknya bukan yang aneh-aneh, sih. Dan ga dibuat-buat. Paling dengan nunjukkin bahwa saya juga punya hidup. Sudah cukup sibuk untuk jadi punguk merindukan nguk-nguk, si monyet-kurus-ngerokok-sok 

Oh iya, hari sabtu, setelah si R pergi, saya ke kelas M. Duduk di depan. Dia disebelah Ya gitu. His lap on my lap. His hand on mine. Ngobrolnya sih, serius. Strategi kampanye dia, blablabla. Tapi, tangannya yang kerja sambilan .
Sayang cuma sebentar. He gotta go somewhere. Kayak digilir, deh, rasanya  
Tapi, di akhir pembicaraan, dia cerita, sama-sama pengen kuliah di Unpad dan pengen ngontrak rumah, biar se-atap 

Ah, ya, baru nyadar tadi pagi. Rupanya dia tiap ketemu saya selalu berusaha megang tangan, ya? Karena baru nyadar tadi pagi (setelah berbulan-bulan ga ngerti maksud tangannya itu), baru sekali itulah tangannya beneran nyambung

0 komentar: