Sore ini.

Siang tadi, hari begitu menyenangkan.
Beraneka tawa terhidang, memberikan nikmat dalam jumlah yang tidak banyak, namun terus menerus. Berlompatan, dan sesekali menggelitik. Tawa kecil. Tawa besar. Tawa raksasa (hah?).
Mulai dari obrolan dengan si Rambo, kebanggaan karena seorang teman melihat si Meylan melirik ke arah saya, sampai saat pulang, bertemu pandang dengan seseorang yang -walaupun sering ketemu- berbincang saja belum.

Sore ini. Baru saja. Walaupun saya belum sempat memandangi langit sore, saya bertubrukan lagi dengan "sesuatu".
Bukan, bukan "sesuatu" yang itu. Walaupun sama-sama abstrak, yang satu ini "terasa" kontemplatif. Lompatan tanda tanya yang menggelitik.

Saya rasa saya butuh keheningan. Diam sejenak. Tanpa ada siapa. Berduaan saja dengan langit. Yang kosong ribut, namun penuh bisik. 
Saya bertemu lagi dengan testimonial berisi kekaguman seseorang dengan tulisan anak yang masih duduk di kelas 2 SMA. Baiklah, saya bahkan belum pernah membaca bukunya. Namun, iri itu terasa. Iri yang sama saat melihat teman sebaya sudah bertemu dengan aliran anginnya. Saat teman sebaya sudah apik merajut kata-kata.

Ya, saya sadar, tulisan saya belum cukup menarik untuk dikumpulkan dalam buku. Toh, dalam kemasan 500 kata saja masih jadi bahan tawa. 
Mungkin saya butuh jujur dengan rasa, dan kembali hening.
Ya, saat ini, 
mungkin saya sedang rindu keheningan.
   

0 komentar: