Kamu.

Rindu mengelitik saya untuk memikirkanmu, nomina abstrak yg lama tidak muncul dengan wujud utuh.
Gelisah membuat saya rabun: membuat saya kesulitan menggenggam persona tunggal yang seharusnya dapat membuat saya muncul tanpa terpecah.
Saya menjadi sekomposit dengan porselen, kamu tahu? Saya mewujud retak yg kekal (ia-yg-ingin-menjadi-fuego nymphae menyarankan saya untuk menyerah saja. Sebab, ia pun sedang sibuk memikirkan kematian.
Segala teorema tentang siklus solar plexus (,yang sering saya ruapkan tiap-tiap kali seorang teman mengeluhkan hidupnya yg terlalu berpeluh keruh,) lolos; tidak tertangkap. Padahal, sekarang saya yang menjadi subjek dengan verba "mengeluh". Haruskah saya menggandakan diri agar ada satu lagi ia-yang-berbuat-baik-dan-seringkali-ada-walaupun-sesungguhnya-ia-durhaka,-makhluk dukkha yang bertaring di tengkuk dan di muka? Haruskah saya memberi wujud pada bayangan agar saya ganda?
Kamu selalu bersembunyi tiap-tiap mulut saya berhawa tanda tanya! Kesal, nih!

0 komentar: