The day where i forgot how to write a title

With Dewi Lestari’s Rectoverso, and a cup of nice, warm coffee.

Diam.
Diam dalam hening;
Rehat sejenak, perlahan-lahan menikmati kopi. Pahit yang eksotik.
Ingin rasanya membuka jendela di depan meja saya, dan membiarkan angin sore masuk; menyapa; dan bermain-main sambil mendengar bisik cerita perjalanannya.
Liburan. Libur dua minggu ini saya habiskan bermalas-malasan:
Malas makan. Saya rasa ini yang menyebabkan kegantengan saya bertambah *ditimpuk:p

Malas tidur. Walaupun saya sudah berharap selama liburan ini saya akan hidup dalam gaya hidup yang sehat; yang teratur; yang jam tidurnya sekitar jam 10 atau 11 –Yang mana masih dibilang kurang sehat juga *swt. Yang ada, jam lelap saya tidak berpindah dari pukul 01.30, 02.30 dan sekitarnya*swt. Tapi syukurlah, kemarin saya sudah berjalan-jalan dalam dunia mimpi sebelum jarum jam melewati pukul 12. Setidaknya, mata saya tidak terbuka menyaksikan hari berganti *menyeringai.
Dan, sebelum ditebak-tebak, seperti yang penonton duga *dilempari pisau , saya bangun pukul 10. *menyeringai. Walaupun pada pukul 6, sempat bangun, sih *bela diri dong :D

Malas menangis; Malas marah; Malas tertawa.
Entahlah, saya rasa ada sekrup yang lepas di bagian yang mengurusi ekspresi *Sambil mengecek, membongkar kepala yang membuat ibu saya teriak-teriak :D
Saya menikmati hidup. Santai, namun nikmat. Saya tidak langsung marah sambil teriak-teriak saat satu sekolah menuduh saya macam-macam; menuduh saya ”membawa” sesuatu, sesuatu dengan tanda kutip *swt, sesuatu yang mistik *banjir keringat; saat ibu seorang teman, berkonspirasi dengan wali kelas saya yang baru, membuat saya makan bawang putih mentah bulat-bulat, dengan alasan untuk mengusir ”bawaan” saya itu.
Saya tidak marah saat seorang sahabat memilih untuk menjauhi saya, karena ibu – yang baru saja saya ceritakan diatas— itu menyuruhnya menjauhi saya dengan alasan yang masih juga tidak beranjak dari ”bawaan” itu *Beken banget sih looo
Saya sadar, mereka masih manusia. Saya tidak punya kuasa untuk membangunkan mereka dari mimpi-lucu-dan-menyenangkan mereka. Saya tidak sehebat itu untuk bisa membangunkan mereka dari tidur-melek mereka itu.
Biarkanlah mereka senyum-senyum dengan tebak-tebakan-berhadiah-drama-menyenangkan itu. Toh saya masih bisa senyum-senyum melihat mereka. *Menyeringai.


Omong-omong, yang saya dengarkan ini lagu, atau curhat sih? *pura-pura bloon.
Saya merasa, ada seseorang yang bercerita dengan sangat nyata. Saya mendengar ia berutur --membagi-bagikan tanpa menghambur-hambur-- akan suatu pengalaman yang akhirnya dapat ia hadapi dengan caranya sendiri. Yang dihari lain ia nikmati dengan tersenyum; tertawa; atau dengan senyum dramatik diselingi hujan rintik air mata yang manis. Ya, percayalah, air matanya manis dan bukan asin; bening dan bukan keruh.
Saya juga percaya, setelah menangis sambil tersenyum, alih-alih menjadi jelek, seseorang akan menjadi lebih manis dan percaya. Seharusnya anda mencobanya sambil bercermin.

Oh wait, am I telling my story or what? I think I should get a grip before I lose my mind here. I’m still home but my mind has went somewhere far, about a hundred kilometers from here... *grins

2 komentar:

Anonim mengatakan...

dah sadar tauk!!!

Vendy mengatakan...

you're daydreaming perhaps? :D